Sabtu, 31 Oktober 2009

Kaku sekali, tidak fleksibel.

Salah kalo jadi orang kaku?
Semua orang harus jadi fleksibel?

Apa jadinya kalo semua orang di dunia ini fleksibel?

Kenapa orang selalu menyalahkan kekakuan? Kenapa orang selalu tidak menerima kekakuan?

Sampai sejauh mana orang yang kaku dapat toleransi? Sejauh mana orang dapat menoleransi kekakuan?

Saya kaku, dan kurang bisa fleksibel. Lalu? Kenapa Anda harus tidak suka dengan saya? Apa yang membuat Anda bisa merasa berhak tidak suka dengan kekakuan saya? Kenapa menurut Anda fleksibel itu lebih benar dan baik dibandingkan dengan kaku?

Anda tidak perlu repot2 tidak menyukai saya karena saya kaku. Karena saya sudah merasa tersiksa dengan kekakuan saya yang tidak bisa diterima oleh kalian yang fleksibel.

Ini prinsip, tidak ada yang bisa mendikte prinsip mana yang benar.

Hukum itu kaku. Hukum dunia, maupun hukum agama. Tidak mungkin hukum itu fleksibel. Karena kalau hukum fleksibel, kalian pun tidak akan bisa hidup sampai detik ini. Dengan kefleksibelan kalian, tidak mungkin kalian bisa hidup sampai detik ini.

Jangan Anda hanya meminta kami untuk fleksibel, hargai juga kekakuan saya. Saya tau, saya adalah satu diatara 1000 orang fleksibel di sekitar saya. Oleh karena itu, kalian semua merasa heran dengan saya. Jangan heran. Percayalah, saya tidak akan menyakiti kalian, saya hanya mengamati kalian, dan saya tidak mau menjadi seperti kalian. Tidak akan.

Tapi heran, selalu saja saya menjadi pusat perhatian kalian. Saya tidak melakukan hal yang buruk. Saya lakukan hal yang seharusnya dilakukan, dan saya melakukan hal yang seharusnya kalian lakukan juga kalau kalian mampu melakukannya. Kalian tidak mampu? Tentu saja, karena kalian terlalu fleksibel.

Mengapa saya dan orang kaku lainnya yang harus mengerti kalian yang fleksibel? Kenapa kalian tuntut kami untuk melakukan itu? Melakukan hal yang kami tau bukan hal yang baik. Dan hal yang tidak baik, bukanlah hal yang biasa kami lakukan. Jangan racuni kami. Kami tau benar mana yang baik dan mana yang tidak baik.

Bukan kami tidak mengerti, melainkan kami terlalu mengetahui adanya batasan antara satu dan lain hal.

Selasa, 27 Oktober 2009

When Marc Rides Vespa

Apa jadinya klo perempuan yang sebelumnya ga pernah sama sekali naik sepeda motor, sekali waktu harus naik motor?

Hihihi, lucu. Pengalaman pribadi sebenarnya, makanya saya bisa ceritain gimana rasanya.

Saya belum pernah sama sekali naik sepeda motor, buktinya bisa ditanyakan pada teman2 saya waktu SMA dulu. Gimana mereka terheran2 ngeliat cara saya naik motor. Mereka bilang, mereka serem ngeliat cara vn duduk di jok sepeda motor. Ngeri jatuh. Hahaha, bener aja, sesampainya di tujuan, saya baru sadar ternyata si Abang Ojek duduknya cuma diujung tempat duduknya. Hahaha... maaf ya, Bang, tempat duduknya saya kuasai.

Mendingan saya naik angkot deh. Judulnya tetep sama, 'mobil'.

Nah nah nah... si pacar ini mengoleksi vespa. Dia berkali-kali maksa saya untuk naik vespanya. Bahkan vespanya diatasnamakan saya.

Berhasil juga dia ngebujuk saya untuk naik vespa. Hal ini karena tiba-tiba mobilnya ga bisa dipakai, dan saya ga bisa naik motornya yang lain karena pasti mual, udah gitu otak rasanya kekocok banget. Pusing.

dek kedek kedek kedek kedek... enak juga naik vespa. Santai. yaahh, walaupun agak bingung dimana harus meletakkan kaki. Aneh banget, masa kakinya harus numpang ma tempat kakinya pengemudi, kalo ga gitu masa harus naik di atas box??

Tapi, santai kok naik vespa. Semenjak itu jadi ketagihan, walaupun dia ga ngizinin karena ga tega.

Setelah vespa, harus naik tingkat ni ke motor yang lain. Akhirnya, karena ngeliat antusias saya, dia pun niat membeli motor yang lebih bagus, yg lebih serius. Jatuhlah pilihan pada N---- K------- dengan CC yang besar. Setelah keputusan bulat dan sudah mau beli, dia liat lagi keseluruhan bodinya. Ternyata ada yang mengganjal waktu dia ngeliat jok belakang yg sangat sempit. "kasian Bunda nanti..."

Akhirnya, seperti yg bisa ditebak, batallah itu N K. Sampai akhirnya dia membeli H---- T---- terbaru. Padahal dia agak kurang srek karena (menurutnya) tidk ada pergantian pada mesinnya alias masih mesin lama. Tapi apa boleh buat.

Yuhuuu... begitu dia bilang motornya sudah ada di rumah, yg ada di bayangan saya 'oke, sekarang aku harus nyari helm yang bagus dan sesuai dengan warna motornya, habis itu nyari jaket lagi ah yang sesuai dengan warna helmnya, trus nyari sarung tangan yang lucu'

Hihihi, dasar emang bukan jiwa motor ya. sampai detik ini pun masih belum bersahabat ma motor. Ada aja salahnya. Dan setiap hari, setelah turun dari motor, saya selalu menganalisa kekurangan atau kesalahan yang saya lakukan saat naik motor tadi.

Misalnya: kaki yang puegel banget (berarti karena aku terlalu tegang, sampai sekarang pun masih begitu); pinggang belakang pegel (berarti karena saya tegang dan tidak mengikuti gerakan motor); mual (sampai sekarang belum tau kenapa); pusing dan kepala sakit, rasanya otaknya goyang dan kekocok (masih belum tau juga penyebabnya apa).

Haduuuhhhh.... seperti perjalanan saya akan panjang untuk bisa ramah dengan sepeda motor. Pacar pun ga tega ngeliat saya. Tetap saja lebih banyak naik mobil dibanding naik motor. Tapi, saya mau coba terus. Pantang menyerah.

Jadi, saya mengangkat topi untuk para wanita yang dalam kesehariannya mengendarai sepeda motor. Salut. Apalagi yang setelah turun dari sepeda motor masih tetap gaya dan cantik (kalo saya, udah lecek buanget. Mukanya muka stres. Hahahaha).

Ps: Kenapa judulnya Marc? Karena saya penggemar berat Marc Jacobs (n_n)

Minggu, 18 Oktober 2009

Kok ga lihat orang Indonesia?

Hari ini, saya jalan sama pacar. Kami ke restoran favorit yang menyajikan Pancake.

Begitu masuk, keadaan dalam restoran rame banget. Kebetulan lagi ada yang ngadain pesta ulang tahun. Akhirnya kami ga duduk di tempat biasa deh.

Setelah lama, kami baru sadar. Awalnya yg kami bahas, "hem, ngomong2 ga ada yg pake jilbab ni Yah, ini halal kan ya? Hihihi"

Beberapa saat kemudian, "Yah, kok ga ada orang pribuminya ya?"
"Iya ya, Nda."
"Kita masih di Indonesia kan?"
"Harusnya"

Serius, saya malah jadi ngerasa asing di negeri sendiri. Bukan orang-orang pribumi yg saya lihat, melainkan orang lain. Kami lihat lebih teliti lagi, beneran ga ada. Kenapa ya? Kok bisa kita ngerasa ga nyaman di rumah sendiri ya? Padahal ni, kenapa kami suka disitu karena awalnya tida terlalu rame, jadi terkesan dan terasa eksklusif. Enak.

Setelah itu, kami mampir ke Mall favorit niatnya untuk nonton. Wuiihhh, ruaaaaaaameeeeeeee buanget. Fiuh, ini mall perasaan tadinya sepi deh, makanya kami dan keluarga suka kesitu, lengkap, dekat rumah, dan ga rame. Tapi sekarang...????

Tumben banget kami susah dapet parkir. Ini luar biasa.

Akhirnya kami melihat ada mobil yang keluar, langsunglah pacar menghidupkan sen. Sekonyong-konyong, ada mobil sedan T yang nyerobot. SUMPAH NGESELIN BANGET! Wong jelas2 kami duluan, dan dia lihat itu, eh dia malah langsung pasan bodi. GA BERMORAL!

"Ya sudahlah, bukan rezeki kita. kita cari lagi ya."
Ni dada sesek banget. Dan yang mengemudi adalah orang yang serumpun dengan yang saya lihat di restoran sebelumnya. Tiba-tiba jadi muncul rasa benci pada mereka.

Kami akhirnya dapet tempat yg lumayan deket dengan eskalator. Karena kesalnya kami, kami sampai punya niat untuk ngebaretin mobil tadi.

Sesampainya di bioskop, Aaaarrrrggghhhh penuh banget. Dan setelah dilihat, dimulai dari baris pertama antrian sampai baris akhir, tidak ada orang pribumi. Bagaimana bisa?
Saya pun mencoba jalan menyusuri bioskop dan mulai melakukan riset spontan. Serius, mulai dari pintu masuk bioskop sampai sudut paling dalam bioskop, cuma ada 1 orang pribumi dibanding 15 orang non pribumi.

Kok sedih ya ngeliatnya? Entah kenapa, saya sedih. Ini dimana sebenarnya?

Setelah keluar bioskop, kami masih berniat untuk ngebaretin mobil tadi. Kami datangi, tapi urung kami lakukan. Kami pikir, "berarti kita sama kayak dia dong, Nda."
"Iya ya, Yah"
"Lagian liat tu, mobilnya udah penyok dimana-mana."

Ga jadi deh.

Setelah itu, kami ke restoran favorit kami lainnya karena lelaki ini belum kenyang kalau belum makan nasi. Kalau di tempat ini, sudah lama kami perhatikn tidak ada orang pribumi yang makan disini. Ehmmm...kami perkirakan 3 kali kesini, cuma satu kali kami melihat ad orang pribumi di salah satu meja dari sekian banyak meja yg terisi orng non pribumi. Padahal restoran ini menyajikan makanan Indonesia banget lho. Tapi mana orang pribuminya ya?

Dibahaslah sama kami di mobil. Jadi benci ma mereka, karena banyak yang kelakuannya semena2, padahal mereka yang salah.

Tapi ga bisa gitu juga ya. Kami jadi nyebutin nama2 orang yang 'serumpun' tapi sifatnya baik. Juga kami mengingat2 kejadian2 dimana salah satu dari mereka justru bersikap jauh lebih baik dari orang pribumi.

Nggak bisa kita menilai orang general gitu. Apalagi langsung bawa2 nama suku, ras, dan agama. Ga ada yang sama. Jadi jangan Pars Pro Toto (Hihi bener ga sih? Lupa.), jangan karena melihat sebagian jadi menilai keseluruhan. No No No.

(n_n)

Sabtu, 17 Oktober 2009

"Terkadang, Buku yang Menemukanmu"

Pernah denger kalimat itu?

Kalo yang pernah nonton film The Hurricane pasti tau penggalan kalimat itu.
Ceritanya, si anak angkat yang berkulit hitam itu diajak ke semacam pasar loak gitu oleh orang tua angkatnya yang berkulit putih.

Di pasar loak itu, awalnya anak laki2 ini ga tertarik sama sekali, sampai tiba2 saat dia melewati sebuah bak berisi penuh buku bekas, satu buku yang membuat dia sangat tertarik. Judulnya 'The Hurricane'. Sampulnya bergambarkan seorang pria berkulit hitam. Entah kenapa dia merasa sangat tertarik dengan buku itu, dan meminta orang tua angkatnya untuk membelikannya.

Orang tuanya heran kenapa anak laki2 itu bisa segitu tertariknya. Bahkan tidak ada waktu yang dia lewatkan tidak membaca buku itu.

Saya lupa alur lengkapnya seperti apa, tapi saat perjalanan, orang tua angkatnya berkata "Memang, terkadang bukulah yang menemukanmu."
Setelah itu, berlanjut lah ke cerita bagaimana anak lelaki itu beserta kedua orang tua angkatnya berusaha mati2an untuk membebaskan mantan petinju yang mempunyai julukan "The Hurricane" dari penjara, yang adalah tokoh utama dari buku yang ditemukan oleh anak laki2 tadi di pasar loak.

Kenapa saya cerita ini?
Karena baru saja saya menonton dokumenter mengenai kematian Malcolm X di Metro TV.

Suatu saat, ketika saya datang ke Book Fair, waktu tepatnya saya nggak ingat. Mungkin sekitar tahun 2001 lah. Tahun2 itu memang saya sedang kecanduan teramat sangat pada buku. Saya jalan menyusuri buku2 yang dijajakan. Jalan terus, terus, terus dan terus. Sampai secara mendadak saya berhenti di salah satu stand. Bukan stand besar, bahkan buku2 itu ditaruh asal di dalam bak. Anehnya, saya melihat satu buku yang bener2 buat saya tertarik. Warnanya gelap, dan hanya ada foto seorang pria yang sepertinya berkulit hitam, dan memakai kaca mata. Tanpa ragu, saya mengangkat buku itu dan membaca "Malcolm X"

Mungkin saat itu ada Cupid ya. Saya jadi jatuh cinta dengan buku itu. Namanya saya pernah baca di salah satu buku saya dan hanya menceritakan sedikit saja tentang dia. Pokoknya inti yang saya baca adalah dia orang berpengaruh.

"Berapa ni Bang?"
(Sekian. Saya lupa berapa.)
"Mbak tahu ya siapa orang itu?"
"Tokoh kulit hitam dan muslim Amerika kan?"
"Wah, padahal ga ada yang tau lo, Mbak."
"Ini ga ada yg baru? kok kurang bagus."
"Cuma satu itu, Mbak."

Saya beli deh. Jam-jam berikutnya, jangan harap bisa melihat saya tanpa buku itu. Buku itu bisa saya selesaikan hanya dalam waktu satu hari, padahal tebalnya lumayan. Ga bisa berhenti waktu bacanya.

Setelah itu, Malcolm X telah menjadi inspirasi saya. Beliau berpengaruh amat besar pada cara pandang saya. Mulai dari situlah, saya makin tergila-gila dengan buku, dan maunya melahap semua buku. Apapun genrenya. Mulai saat itupun, saya selalu 'pasrah' kalo sedang ada di toko buku, dan biarkan angin yang membawa. Hihihi.

Hari2 berikutnya, nggak jarang saya menemukan buku yang ternyata sedang saya kagumi tokohnya, atau yang pernah saya baca di buku lain dan sedang saya penasaran terhadapnya. Contoh, saya menemukan buku tentang Mahathir Muhammad dalam bahasa Inggris yang pernah saya lihat di Footnote salah satu buku yang saya baca. Padahal saat itu saya sedang tidak niat beli, dan hanya sedang menemani adik aja. Setelah saya tanya ke petugas toko, dia bilang buku itu cuma tinggal satu dan cuma ada tiga di seluruh Gramedia. Jadi, satu di Gramedia ini dan dua lainnya di Gramedia yang lain.


Biasanya, kalau lihat saya tiba2 ngerem mendadak di lorong2 toko buku, nah itu berarti saya baru saja secara sekilas melihat buku yang sangat menarik.

"Terkadang, Buku yang Menemukanmu."

Kamis, 15 Oktober 2009

Buka-bukaan dengan Supir

Hari ini ke kantor cuma sendiri. Jadi di perjalanan ngobrol banyak ma Mas Arif, supir kantor. Sebelumnya dia memang suka cerita tentang latar belakang dia yang anak jalanan, pengguna narkoba lah, sampai2 dia jadi pedagangnya.

Kalo denger cerita dia emang ga ada habisnya, dan dia pun suka untuk ceritain tentang hidupnya dulu, bagaimana dia bersyukur setelah mengenal kami bertiga dia jadi orang bener sekarang. Bahkan setelah dia nikah dan punya anak pun, walaupun sudah ditinggalkannya dunia narkoba, tapi tetep aja godaannya masih belum bisa dia jauhin.

Dia bilang, dia baru shalat pas kerja disini aja.

Nah pagi ini, kami buka2an deh tu. Karena dia mantan supir angkot juga, saya nanya deh tu tentang kecendrungan perilaku para supir angkot yang suka seenaknya berhenti di tengah jalan, ngetem sembarangan, dan belok sembarangan.

Dia ketawa: "Emang gitu. Mas Arif cuma bisa kasi saran jangan deh deket2 ma angkot. Karena mau diapain juga tu mereka, ga bakalan dengerin omelan orang."
"Kok bisa to Mas, kayak gitu?" "Jadi otomatis tu, duduk di belakang setir angkot, pasti kayak gitu?"
"Hahaha ya iya, Pin. Begitulah. Habisnya banyak faktor yang bikin kayak gitu. Pertama, 'selaan'. Kedua, (lupa saya). Ketiga, ngejar jam, jam pulang kantor lah atau anak sekola'an."

"Aku tu suka mikir ya Mas, jalan aja lah, toh rezeki ada yang ngatur. Siapa tau nanti di tengah jalan ada yang naik."
"Itu tu yang Mas Arip tunggu. Kata-kata 'rezeki ada yang ngatur'. Ya tapikan masa' ga dikejar juga Pin?"
"Daripada dihujat orang terus. Disumpahin. Makanya tu mukanya supir2 angkot kagak ada yang enak. Jelek semua."
"Iya yak. Ahaha. Yah, orang kayak gitu Pin. Mereka tu mikirnya "Ah, masa bodo' lah mereka marahin, emangnya dia ngasi duit gue apa? Kan bukan mereka ini yang ngasi duit gue. Ga bakal ketemu tiap ari ini. Mereka sih enak naik mobil.""

Fiuh, susah juga ya ternyata. " Ya kalo gitu hidup ga ada aturannya dong."
"Yah Pin, yang ngejalanin aturan itu orang kayak Pina-Pina aja. Mereka mah ga kenal begituan. Aturan kan dibuat buat dilanggar."

"Hayah, bisa balik lagi ke jaman purba kita. Bukannya maju, malah mundur."
"Hahahaha"

"Pina bisa lah sekarang ngomong kayak gini ke Mas Arip. Marah-marahin Mas Arip. Mas Arip sih bisa ngerti, Mas Arip juga ngaku Mas Arip dulu itu salah. Pokoknya jangan deket2 lah ma angkot, jangan dimarah2in juga, nanti Pina sendiri yang capek. Ga bakalan didengerin. Mereka kan belagak gila aja."

Terus lanjut deh ke cerita yang lebih seru.

"Ya gimana ya Pin yak. Mereka kan ga tau cara nyari uang lagi."
"Lha terus kenapa datang ke Jakarta?"
"Di kampung ga ada kerjaan Pin. Ngapain? mending mereka disini kata mereka. Jadi rampok kek."
"Iya, tau. pasti alasannya itu. Tapi apapun bisa mereka lakukan. Cuma emang ekspektasi dan mimpi mereka aja yang terlalu muluk2."
"Ya susah ya Pin yak."

"Mas Arip mah ga nyalahin orang2 yang kayak gitu Pin. Ama wanita2 malam itu juga tu Pin, mas arip mah ga bisa salahin juga."

"Itu tu Pin, yang warung remang2 yang waktu itu pernah Mas Arip unjukkin. Nah tu disitu kan banyak tu cewek2 gitu. Kebanyakan dari -------- ama --------. Mas Arip nanya kan tu ma Ece, "napa sih lo kerja ginian? pasti lo diboongin yak ma temen lu?"
"nggak, Mpel (Mas Arif ini dipanggilnya Tompel) Gua mah dah tau bakal kerja ginian. Ya gimana Rip, kerja apaan lagi gua. Kalo ada yang ngasi kerjaan juga gua mau. Elu ada kerjaan kagak?"
"Lha, Mas Arip mah diem aja Pin, mas arip mau kasi kerja apa."

Jadi mikir. Selama Mas Arif ngomong, saya mikir banyak banget. Sampe timbul pertanyaan kesimpulan:
"Apa sih titik temu antara orang2 kayak Vina ma orang2 jalanan itu? Ada nggak?"
Sambil senyum Mas Arif jawab: "Nggak ada, Pin. Ga akan bisa ketemu."
"Orang2 kayak Vina punya pandangan sendiri mana yang bener dan salah. Orang2 jalanan juga punya bener versi mereka sendiri. Jadi ya udah aja hidup sendiri2 gitu. Dua dunia berbeda emang ya?"
"Iyak. Kagak bakal bisa ketemu itu, Pin."

Ya, begitulah. Jadi tau saya.

Rabu, 14 Oktober 2009

First Thing First

Mobil atau Sekolah lagi?

Nahlo, baru sadar saya kalo salah satu opsi diatas sebetulnya baru muncul sekarang2 aja. He3. Muncul karena ngerasa seru aja untuk coba kredit kendaraan dengan penghasilan sendiri. Hihihi.
Tapi setelah ditelaah, opsi mobil rasanya belum terlalu penting saat ini. Karena toh ke kantor dengan mobil kantor. Kalaupun mau jalan2, paling weekend aja, dan itupun kalo ga sama pacar ya sama orang tua.

Nah, kalo soal kuliah lagi. rasanya emang ga ada lawannya tu untuk saat ini. Berhubung tidak lolos Deplu, maka harus banting setir ke rencana kedua, yaitu melanjutkan sekolah lagi. Ga perlu universitas bonafit lah, yang penting saya belajar lagi, dan ada 1 gelar lagi terkantongi. Daripada uangnya habis gitu aja ga jelas, beli2 barang yang ga ada puasnya, mendingan buat kuliah.

Makanya, keinginan itu ga ada habisnya. Pada awalnya kita tahu pasti apa yang bener2 kita butuhkan, tapi setelah itu ada aja godaan untuk masuk ke dalam daftar tunggu pengeluaran. Menyebalkan. Udah gitu, kita bisa tu ngotot kalo yang satu ini juga penting. Kalo sudah begitu, lebih baik kita bicarakan dengan orang kedua, yang bisa membantu memberikan masukan. Kalo saya sih, pasti tetep ngotot bahwa dua-duanya 'kudu' dan 'wajib'. Maka dari itu, perlu dibicarakan dengan orang lain yang juga tahu kita, orang tua atau pacar. Hehe.

Contohnya, kalau berangkat dari rumah udah punya list apa2 aja yang mau dilakukan atau dibeli di Mall nanti, herannya begitu keluar dari Mall, setelah di list lagi apa2 aja yang udah kita beli, minimal 3 barang diluar list awal telah menyelinap.

Alasan pas mau belinya: "O iya ya, waktu itu aku juga mau beli ini."
atau "Sepertinya ini akan berguna nantinya."
bisa juga "Ini dibeli sekarang aja deh, daripada besok2 aku lupa. Nah, pengeluaran besok kan jadi berkurang."
Itu bohong banget, tetep aja besoknya pengeluaran banyak juga karena pola pikirnya selalu sama. Hah, pusing. Kalo sudah gitu, saya cuma bisa membatin " Hah, ya sudahlah, kalo gitu harus kurangin jajannya deh. Fiuh!"

(n_n)

Selasa, 13 Oktober 2009

Aku belajar dari pacarku

Orang tua bilang, kalo masih dalam masa pacaran, jangan terlalu serius. Atau ada juga, 'ah, kalian kan masih pacaran'. Saya menghormati pemikiran dan pandangan para orang tua dan para senior. Terima kasih. Tapi, saya juga punya pandangan sendiri, yang memang saya pegang.

Pacaran, memang saya pun g tau artinya. tapi ga perlu dilabel gitu juga kan? Intinya adalah bila seseorang memiliki perasaan lebih dari yang dia rasakan terhadap orang lain, khususnya pada lawan jenisnya. Terserah deh apapun itu sebutannya, pacaran kek, ta'aruf kek (wops, Mam, aku masih anak baikmu kok). Saya ga mau bahas ini dari sisi agama ya. karena pasti akan ada banyak komentar. saya hanya tulis apa yang saya pikir saja. Ini Blog saya toh?

Saya punya rasa hormat pada 'pacar' saya ini. Serius, dia justru seperti guru. Banyak yang bisa saya pelajari dari dia. Dia punya banyak sifat yang selalu bikin saya ternganga. Diantara banyak sifatnya, 2 hal yang saya mau ceritakan disini.

1. Dermawan.
Contoh kasus kedermawanan membawa rezeki lebih, bener2 bisa saya lihat di dia. Dan mudah2an Allah akan selalu melimpahinya dengan rezeki yang berkah. Karena saya yakin, dia ga akan serakah.

Setiap saya pergi ni, itu dompet kayaknya gatel banget buat ngeluarin duit, tapi ke orang yang tepat. Pernah nih, dia pulang malam sehabis mengurusi vespanya, dan dia ngaku hari itu dia sedang tidak ada uang. uang di dompetnya ya tinggal 50 ribu itu, karena dia baru saja mengeluarkan uang banyak untuk hobinya satu itu. Nah, perjalanan pulang, pada keadaan jalan, dia melihat sekilas seorang anak yang sedang memikul cobek banyak banget, dari ukuran kecil sampai ukuran besar. Anak kecil, mungkin seusia SD lah. Anak itu terduduk di tengah jalan. Pacarku ini sedang dalam keadaan jalan tu, tp tiba2 lampu merah menyala. Dia malah uring2an mengingat apa yang dia liat tadi. Alhasil, begitu lampu ijo nyala, dia langsung balik arah, menghampiri anak itu, dan memberikan 50ribu yang tersisa di dompetnya. Di pikirannya "biarlah, Insya Allah aku ga akan ada apa2 di jalan dan selamat sampai di rumah."

Hampir setiap kali kami pergi, ada cerita seperti itu.

Pernah waktu kami sedang di perjalanan juga menuju Mall favorit, saya ngoceh ni do mobil. Cerita banyak banget. Awalnya dia nanggapin dengan serius, tapi lama kelamaan konsentrasinya buyar. Saya yakin pasti dia ngeliat sesuatu. Bener aja, dia tiba2 menepikan mobil dan ngambil dompet. "Ada apa, Yah? Mana?"
"Iya, Nda. kasian tu anak."
Ternyata dia ngliat anak laki-laki memakai seragam sekolah sedang berjalan. Dan ternyata pacarku ini sudah memperhatikan dari dekat rumah, anak ini jalan terus sampai kira2 5 km kedepan, setelah kami sudah mampir untuk membeli donat.

Dia pun buka kaca mobil dan memanggil anak itu "Dek, numpang tanya. Ke Mall Puri Indah arah mana ya?" anak itu pun menjawab. Yang saya lihat, anak itu memang berkeringat basah banget. selesai anak itu menjawab, pacarku langsung menyodorkan tangannya dan bilang "Nih, buat naik angkot. jangan dibuat rokok ya. naik angkot sana."

Anak itu menganga, saya pun menganga. pertanyaannya "darimana pacarku ini tau?"

"Ayah jd inget waktu itu Ayah pernah kehabisan uang, alhasil jalan deh sampe deket rumah, Nda. terus naik angkot sebentar."
Saya hanya menganga, dan tetep bertanya2 "sepeka itukah dia?"

Beneran lho, anak tadi langsung memberhentikan Kopaja, dan naik.

OMG, terima kasih Engkau mengenalkanku pada orang ini.

Suatu hari lagi, setelah kami makan siang, kami kembali ke mobil. Dan setelah dia membukakan pintu untuk saya dan masuk ke dalam mobil, dia ga langsung masuk mobil. Dia malah jalan agak jauh ke dalam gang. "Ini si Ayah kemana lagi? Apa lg yg dia liat?"

Sekembalinya ke mobil, "Kenapa, Yah?"
"Ada pemulung, Nda, lagi istirahat. Ayah ga enak. kita habis makan enak, mereka belum tau mau makan apa."
"Ayah cuman mau kalo Bunda lagi kesusahan, selalu ada yang ngasi kemudahan buat Bunda."
Ooouuuuwwww...

Makanya, saya suka heran, pacarku ini kok senang terus ya? walaupun ga banyak, tapi dia selalu punya uang. ga pernah kehabisan. Ya Allah, mudahkanlah rezekinya.


2. Tulus.
Dia penyayang banget. Hatinya lembuuuuuuuuuuuutttt banget.
Yaaah, ga perlu dijelasin lebih banyak ya. bisa dilihat kan dari sedikit yang saya ceritakan diatas.


Makanya, pacaran bukan cuma ngelakuin hal2 yang ga penting kan? Saya sih menganggap dia sebagai guru saya. Dan saya menghormati dia.
(n_n)